12 research outputs found

    KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU WEH PASCA BENCANA MEGA TSUNAMI (Coral Reef Condition in Weh Island after Mega Tsunami Disaster)

    Get PDF
    ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terumbu karang pasca tsunami sebagai langkah awal dalam upaya rehabilitasi terumbu karang. Metode yang digunakan adalah dengan membandingkan kondisi terumbu karang tahun 2002 sebelum tsunami dan tahun 2009 pasca tsunami menggunakan citra satelit Landsat ETM7 melalui analisis Lyzenga. Pengamatan langsung di lapangan menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect) dan pengukuran kualitas perairan. Lokasi pengamatan berada di Ujung Seurawan,  Sea Garden di Pulau Rubiah,  Sea Garden 1, Rubiah Channel 2 dan  Loh Weng. Kondisi terumbu karang yang berada di Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Weh ini berada pada kondisi yang buruk sampai baik. Terumbu karang kondisi baik terdapat di lokasi Sea Garden 1 (54,26 %), kondisi sedang di Rubiah Channel 2 (26,32%) dan Sea Garden 2 (39,5%) sedangkan kondisi buruk terdapat di Ujung Seurawan (19,28 %) dan Loh Weng (15,14%). Bentuk kerusakan terumbu karang antara lain patah, terbalik dan hanyut. Jenis terumbu karang yang rusak terdapat di sebelah timur Pulau Weh yaitu sekitar Pulau Rubiah dan sekitar Teluk Loh Pria Laot. Kisaran kondisi perairan berupa pH, salinitas, suhu dan DO menunjukkan bahwa kualitas perairan berada pada kondisi baik untuk perencanaan kegiatan rehabilitasi terumbu karang.ABSTRACTThis study aims to determine the condition of coral reefs after the tsunami as the first step in the rehabilitation of coral reefs. The methods used are of comparing the condition of coral reefs between pre-tsunami in 2002 and post-tsunami in 2009 using Landsat satellite imagery ETM7 through Lyzenga analysis, direct observe of the coral reefs in the field have been done using the LIT (Line Intercept Transect) and measurement of water quality. Locations of observations are in Ujung Seurawan, Sea Garden in Rubiah Island, Sea Garden 1, Rubiah Channel 2 and Loh Weng. The condition of coral reefs in the Natural Park (TWA) Weh Island is generally in the range between poor and good. The coral reefs at Sea Garden 1 (54.26 % ) are in good condition, those in Rubiah Channel 2 (26.32 % ) and Sea Garden 2 (39.5 %) are in moderate condition, while those in Ujung Seurawan (19.28 % ) and Loh Weng (15.14 %) are in  poor conditions. Forms of damage to coral reefs are including broken, overturned and swept away. The damaged reefs are located on the east of Weh Island, which is around Rubiah Island and around the Gulf of Loh Pria Laot. Range of water conditions such as pH, salinity, temperature and DO indicate that the qualities of the waters are good for rehabilitation planning of coral reefs

    PEMETAAN DINAMIKA HUTAN MANGROVE MENGGUNAKAN DRONE DAN PENGINDERAAN JAUH DI P. RAMBUT, KEPULAUAN SERIBU

    Get PDF
    Pengamatan sebaran dan luas hutan mangrove di Pulau Rambut telah dilakukan pada bulan November 2017 dan Juli 2010 dengan menggunakan analisis foto udara dan citra Geo Eye 1. Kunjungan lapang dilakukan untuk validasi lapang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah segementasi dan klasifikasi terbimbing menggunakan metode analisis berbasis objek (OBIA). Hasil analisis foto udara, data citra dan validasi data pengamatan lapangan, diestimasi bahwa sebaran dan luas hutan mangrove di Pulau Rambut adalah 16,73 ha untuk tahun 2010 dan 17,48 ha di tahun 2017 atau terjadi penambahan sebesar 0,75 ha. Mangrove di P. Rambut terdapat 10 jenis dan didominasi oleh rhizophora mucronata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis dijital berbasis objek terhadap foto udara hasil akuisisi menggunakan drone memberikan hasil yang lebih baik untuk pemetaan dinamika hutan mangrove jika dibandingkan dengan penggunaan citra satelit Geo Eye 1, dengan akurasi keseluruhan sebesar 77,3% dan nilai koefisien kappa sebesar 0,62

    Penentuan Radiative Forcing dari Karbondioksida (CO2) dan Metana (CH4) di Gaw Bukit Kototabang Serta Hubungannya dengan Suhu Permukaan Atmosfer dan Laut

    Get PDF
    Radiative Forcing (RF) didefinisikan sebagai perubahan jumlah energi radiasi yang masuk dan keluar di lapisan troposfer sehingga dapat menyatakan adanya gangguan yang merusak pola energi radiasi matahari, dengan laju perubahan energi per satuan luas, yang diukur di bagian atas atmosfer dan dinyatakan dalam satuan W/m2. RF dapat digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan gejala fenomena perubahan iklim. Karbondioksida (CO2) dan Metana (CH4) merupakan gas rumah kaca utama di atmosfer. Eksistensi gas karbondioksida dan metana di atmosfer dapat terjadi akibat kegiatan manusia (antropogenik) dan alami (natural). Penentuan RF gas karbondioksida (CO2) dan metana (CH4) yang diukur di GAW Bukit Kototabang memperlihatkan tren peningkatan seperti halnya dengan meningkatnya konsentrasi dari masing-masing gas rumah kaca tersebut pada periode pengukuran 2004-2013. Puncaknya peningkatan terjadi pada akhir tahun 2013. Besarnya rerata RF gas rumah kaca berturut-turut adalah CO2 = 1.686 ± 0.08 Wm-2; dan CH4 = 0.511± 0.004 Wm-2. Perbandingan konsentrasi CO2 dan CH4 di GAW Kototabang dengan masa pra revolusi industri pada 1750 diperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan konsentrasi CO2 dan CH4 di atmosfer berturut-turut sebesar 41,05% dan 162,76%. Nilai radiative forcing CO2 dan CH4 di atmosfer memiliki koefisien determinasi (R2) yang relatif lebih kecil, dibandingkan dengan faktor anomali suhu permukaan laut Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa respon laut terhadap kenaikan CO2 dan CH4 lebih besar dibandingkan dengan atmosfer

    PENGARUH ALIH FUNGSI KAWASAN MANGROVE PADA SIFAT SEDIMEN DAN KEMAMPUAN PENYIMPANAN KARBON

    Get PDF
    Ekosistem mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap dan menyimpan karbon. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa penyimpanan karbon terbesar di ekosistem ini ada di sedimen. Namun demikian, kapasitas penyimpanan ini akan menurun karena deforestrasi dan konversi lahan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa dampak alih fungsi lahan mangrove terhadap sifat sedimen serta kemampuannya dalam menyimpan karbon dengan membandingkan dua tipe mangrove yang dikategorikan sebagai mangrove alami dan degradasi/terkonversi. Penelitian dilakukan di empat lokasi yaitu di Kabupaten Berau - Kalimantan Timur dan Karimunjawa-Jawa Tengah yang mewakili daerah alami serta, Kabupaten Pati - Jawa Tengah dan  Kabupaten Indramayu - Jawa Barat yang mewakili mangrove yang pernah mengalami alih fungsi lahan dan telah direhabilitasi. Sedimen diambil minimal sampai pada kedalaman satu meter dengan menggunakan soil auger. Sebanyak empat sampel diambil pada setiap core sediment pada interval kedalaman 0-15, 15-30, 30-50 dan 50-100 cm. Hasil menunjukkan bahwa mangrove yang pernah mengalami alih fungsi lahan memiliki nilai prosentasi C (%), densitas C (mg cm-3) dan simpanan karbon (MgCha-1) yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi yang alami. Kisaran nilai prosentasi karbon, densitas dan simpanan karbon pada daerah rehabilitasi berturut-turut adalah sebesar 1,11 - 2,25 %, 0,01 - 0,02 mg cm-3 dan 94,92-265,26 Mgha-1, sementara untuk wilayah alami pada kisaran 12,54 - 17,14 %, 0,07 - 0,09 mg cm-3 dan 427,54 - 606,92 Mgha-1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alih fungsi lahan mangrove menurunkan kemampuan penyimpanan karbon ekosistem

    KARAKTERISTIK SEBARAN SEDIMEN DAN LAJU SEDIMENTASI PERAIRAN TELUK BANTEN

    Get PDF
    Teluk Banten di Utara Kota Serang, Banten, menampung berbagai muatan sedimen dari 7 (tujuh) sungai yang bermuara di teluk ini. Penelitian yang dilakukan pada Oktober 2008 di perairan teluk ini bertujuan untuk memahami karakteristik sebaran sedimen permukaan dan komposisi bahan organik serta laju sedimentasi sebagai bagian dari penelitian karbon laut di Indonesia. Metode yang dilakukan adalah metode deskriptif, dengan memeriksa sedimen yang diambil menggunakan grab sampler. Analisis sedimen meliputi pengukuran tekstur sedimen, bahan organik total atau Total Organic Matter (TOM) dan laju sedimentasi; analisis perairan meliputi bahan organik terlarut dan total padatan tersuspensi atau Total Suspended Solids (TSS). Dalam klasifikasi pasir, debu dan liat, sampel yang dikumpulkan dari Teluk Banten menunjukkan tekstur sedimen pasir rata-rata sebesar 54,86 %, sedangkan nilai TOM dan karbon organik berkisar 5,33 - 20,57 % dan 0,47 - 3,44 %. Laju sedimentasi tercatat berkisar antara 0,011 - 0,035 kg/m2/hari dengan komposisi tertinggi pada tekstur pasir

    DISTRIBUSI KARBON DI BEBERAPA PERAIRAN SULAWESI UTARA (Carbon Distribution in North Sulawesi Waters)

    Get PDF
    ABSTRAKProvinsi Sulawesi Utara memiliki memiliki letak strategis di mana berada di jalur pelayaran kawasan pasifik serta kawasan segitiga terumbu karang dunia. Berbagai penelitian kelautan telah dilakukan di kawasan ini, namun demikian belum ada informasi ilmiah tentang karbon laut yang sangat penting untuk memahami dinamika fluks karbon dalam kerangka mitigasi perubahan iklim. Tujuan dari penelitian ini untuk menyediakan informasi awal mengenai sebaran karbon di perairan Sulawesi Utara dan menganalisis potensi penyerapan dan pelepasan karbon dioksida (CO2) di beberapa perairan Sulawesi Utara. Pengukuran dilakukan secara langsung di lapangan pada parameter pCO2. Pengukuran pCO2 dilakukan di perairan Teluk Buyat, Teluk Totok, Teluk Manado, Selat Lembeh dan perairan Tongkaina. Data-data pCO2 hasil pengukuran di perairan Teluk Buyat berkisar 414,17 – 608,29 µatm, perairan Teluk Ratatotok berkisar 428,18 – 516,97 µatm, perairan Teluk Manado berkisar 385,16 – 395,52 µatm, perairan Selat Lembeh berkisar 342,90 – 492,12 µatm dan perairan Tongkaina berkisar 394,54 – 568,32 µatm. Nilai pCO2 terendah terletak di perairan teluk Manado sedangkan yang tertinggi terletak di perairan Teluk Buyat. Kisaran hasil pengukuran masih dalam batas normal pengukuran di daerah pesisir yang berkisar antara 200 – 4.600 μatm. Hasil analisis ∆pCO2 Teluk Buyat, Teluk Totok, perairan Tongkaina dan perairan Selat Lembeh berperan sebagai pelepas karbon dan untuk Teluk Manado berperan sebagai penyerap karbon.  ABSTRACTNorth Sulawesi has strategically located in the shipping lanes of the Pacific region as well as in the Coral Reef Triangle. Various marine researches have been done in the area, however, there is no scientific information about the ocean carbon which is essential to understand the dynamics of carbon flux in terms of climate change mitigation. The purpose of this study is to provide preliminary scientific information on the distribution of carbon and to analyze the sink and source potency in North Sulawesi waters. In situ measurements performed on the parameter pCO2. Measurements of pCO2were taken in the waters of Buyat Bay, Totok Bay, Manado Bay, Lembeh Strait and Tongkaina waters. In the waters of Buyat Bay ranged from 414.17 to 608.29 μatm, Ratatotok Bay ranged from 428.18 to 516.97 μatm, Manado Bay waters ranged from 385.16 to 395.52 μatm, Lembeh Strait waters ranged from 342.90 to 492,12 μatm and Tongkaina waters ranged from 394.54 to 568.32 μatm. Lowest pCO2 values located in Manado Bay, while the highest in Buyat Bay. Range measurement results are within normal limits measurements in coastal areas ranging from 200 – 4.600 μatm. The result of ∆pCO2analysis shows that Buyat Bay, Totok Bay, Tongkaina waters and Lembeh Strait relatively act as carbon source and Manado Bay as carbon sink

    KARAKTERISTIK DAN POTENSI PERAIRAN SEBAGAI PENDUKUNG PERTUMBUHAN LAMUN DI PERAIRAN TELUK BUYAT DAN TELUK RATATOTOK, SULAWESI UTARA (The Characteristics and Potential of Water to Support the Seagrass Abundance at Buyat and Ratatotok Bay Waters)

    Get PDF
    ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan potensi perairan Teluk Buyat dan Teluk Ratatotok guna mendukung potensi sumberdaya hayati ekosistem laut dan pesisir, khususnya ekosistem lamun. Penelitian dilakukan pada Juni 2013 pada 6 stasiun di Teluk Buyat dan 4 stasiun di Teluk Ratatotok. Parameter yang diukur in-situ dengan menggunakan alat water quality meter adalah pH, salinitas dan suhu. Parameter nitrat, fosfat dan klorofil-a dianalisis dengan menggunakan metode APHA. Data tutupan lamun diperoleh dengan metode transek kuadrat sesuai Seagrass Watch Method. Hasil pengamatan dipetakan secara spasial menggunakan Ocean Data View. Analisis hubungan antara parameter perairan dan tutupan lamun mengunakan Principal Component Analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu, salinitas dan klorofil-a pada perairan berperan penting pada tutupan lamun dan secara umum kondisi perairan Teluk Buyat dan Teluk Ratatotok masih dalam kategori baik dan subur serta layak untuk kehidupan biota laut, khususnya ekosistem lamun. ABSTRACTThe aim of this research is to identify the characteristics and potential of Buyat Bay and Ratatotok Bay waters to support natural resources in marine and coastal ecosystems, especially seagrass ecosystem. The research was conducted in June 2013, at 6 stations in Buyat Bay and 4 stations in Ratatotok Bay. The in-situ parameters measured using water quality meter instrument were pH, salinity and temperature. Water sample for nitrate, phosphate and chlorophyll-a concentration were taken to laboratory used APHA method. Seagrass cover data obtained with the square method transect of Seagrass Watch. The observations were mapped spatially using Ocean Data View software. Principal Component Analysis was used to analyse the relationship between the water parameters and seagrass covers. The result shows that temperature, salinity and chlorophyll-a at Buyat and Ratatotok Bay waters are considerably good to support the living of marine biota, especially seagrass ecosystem

    Cadangan Karbon Ekosistem Mangrove di Sulawesi Utara dan Implikasinya Pada Aksi Mitigasi Perubahan Iklim

    Get PDF
    Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi yang menerapkan kebijakan rencana aksi nasional/daerah (RAN/RAD) gas rumah kaca sebagai bagian dari usaha nasional dalam mitigasi perubahan iklim. Salah satu kegiatan mitigasi berbasis lahan di Sulawesi Utara adalah pengukuran dan monitoring biomas dan stok karbon di hutan termasuk hutan pantai yang luasan pengukuran masih terbatas. Pada tahun 2013-2015, Tim Penelitian Karbon Biru melakukan penelitian di empat lokasi di Sulawesi Utara yang bertujuan untuk menganalisis kondisi ekologis dan kemampuan ekosistem pesisir terutama mangrove dalam menyimpan karbon serta implikasi pada mitigasi gas rumah kaca. Lokasi penelitian terletak di Ratatotok – Kabupaten Minahasa Tenggara, Kema – Kabupaten Minahasa Utara, Pulau Lembeh – Kota Bitung dan  Pulau Sangihe – Kabupaten Sangihe. Jenis mangrove yang teridentifikasi adalah 17 spesies dan 3 spesies diantaranya yaitu B. gymnorrhiza, R. mucronata dan S. alba ditemukan di semua lokasi. Keanekaragaman spesies berkisar dari rendah sampai sedang dan penyebaran spesies tidak merata.  Kapasitas penyimpanan karbon adalah sebesar 343,85 Mg C ha-1 di Ratatotok, 254,35 Mg C ha-1 di Lembeh, 387,95 Mg C ha-1 di Kema, dan 594,83 Mg C ha-1 di Sangihe. Lebih dari 59% simpanan karbon berada pada sedimen. Nilai rata-rata simpanan karbon di keempat lokasi penelitian sebesar 456,86 M C ha-1 atau 5,70 Tg C setelah dikonversi dengan luas total ekosistem mangrove Sulawesi Utara. Nilai ini setara dengan penyerapan CO2 dari atmosfer sebesar 20,70 Tg CO2e. Potensi emisi akibat perubahan lahan mangrove mencapai 0,42 Tg CO2e. Upaya meningkatkan kontribusi penurunan emisi Sulawesi Utara dapat dicapai dengan melakukan intervensi pengurangan emisi melalui rehabilitasi dan konservasi ekosistem mangrove

    Root Biomass Estimation in Natural and Planted Mangrove

    No full text
    Belowground root biomass plays an essential role in the mangrove ecosystem as potential carbon storage, nutrient gain, or sediment accumulation yet is still overlooked. Therefore, estimation of root biomass is necessary. The objective was to determine and compare the belowground root biomass at the natural and planted mangrove ecosystem. We also measured the forest structure and the aboveground biomass. This study was conducted at four stations in Pramuka Island, Pari Island, Rambut Island (2 stations), Seribu Islands, Jakarta. The first island represented planted mangroves, whereas the latter two as natural stems. Rhizophora stylosa was the dominant species in three stations except for Rambut Island 2 that dominated by Ceriops Tagal. Stand densities were 2730±5 stems ha-1, 1733±5 stems ha-1, 1311±2 stems ha-1, and 1300±2 stems ha-1 for Pramuka Island, Pari Island, Rambut Island 1 and 2. The highest pile density was counted in Rambut Island 2 for 1612±8 stems ha-1 and the lowest in Pramuka Island (780±5 stems ha-1). The aboveground biomass was estimated as follows 109.13±11.91 Mg ha-1 in Pari Island, 89.45±19.53 in Rambut Island 2, 68.41±17.12 Mg ha-1 in Rambut Island 1, and 14.05±5.74 Mg ha-1 in Pramuka Island. Belowground root biomass in planted mangrove Pramuka Island (3.63±0.82 Mg ha-1) and the other two natural mangroves Pari Island (6.56±0.47 Mg ha-1) and Rambut Island 1 (7.17±0.81 Mg ha-1), were similar except for Rambut Island 2 (49.23±6.77 Mg ha-1). The contribution of root biomass ranges from 6-24% of the total biomass of mangrove trees, whereas the fine roots (< 2 mm) biomass occurred 28-74% in the entire root biomass. The results confirm the high contribution of belowground root biomass to the total biomass pool and the importance of maintaining the planted mangrove as a part of ecosystem rehabilitation

    NILAI PENTING DAN ESTIMASI EKONOMI SIMPANAN KARBON VEGETASI MANGROVE DI KECAMATAN KEMA, SULAWESI UTARA

    No full text
    Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi tentang nilai penting, simpanan karbon vegetasi dan estimasi nilai ekonomi simpanan karbon mangrove di Kecamatan Kema, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Pengambilan data dilakukan di tujuh stasiun dengan menggunakan metode transek kuadrat 100 m2 yang diletakkan secara vertikal terhadap garis pantai. Identifikasi spesies mangrove berdasarkan ciri-ciri morfologi akar, daun, buah dan bunga. Pengukuran DBH untuk mengetahui biomassa dan simpanan karbon sedangkan estimasi nilai ekonomi simpanan karbon menggunakan pendekatan harga dari pasar bebas dan pasar wajib Clean Development Mechanism (CDM). Sebanyak delapan species teridentifikasi yaitu Avicennia alba, Avicennia officinalis, Bruguiera gymnorhiza, Ceriops tagal, Lumnitzera littorea, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata dan Sonneratia alba. Spesies R. mucronata teridentifikasi di semua stasiun. Hasil analisa struktur komunitas terlihat bahwa spesies R. mucronata dan  S. alba memiliki tingkat kerapatan relatif spesies yang lebih tinggi dibandingkan spesies yang lain. Penutupan relatif spesies (Rci) menunjukkan bahwa S. alba mendominasi spesies yang lain sebesar 62% dan R. mucronata sebesar 26,34%. Analisa INP menunjukkan S. alba dan R. mucronata memiliki peran yang penting dalam keberlangsungan ekosistem ini. Nilai rata-rata simpanan karbon di kawasan Kema sebesar 133,76±25,70 MgCha-1.  Nilai rerata estimasi ekonomi simpanan karbon yang dihasilkan adalah sebesar Rp. 6.955.123.566 (pasar bebas) atau US519.310,56danRp.18.176.056.252(CDM)atauUS 519.310,56 dan Rp. 18.176.056.252 (CDM) atau US 1.357.131,6 untuk simpanan rerata karbon sebesar 23.397±4.495 MgC (85.865,72±16.496,15  Mg CO2e) pada luasan mangrove sebesar 174,92 ha. Nilai ekologis dan ekonomis yang dihasilkan dari penelitian ini, dapat dijadikan sebagai informasi awal perumusan kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove yang lestari dan berkelanjutan
    corecore